Wajah Layanan Referensi Masa Depan
pada Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia
Oleh Yanuar Yoga Prasetyawan
Pendahuluan
Berkembangnya
dunia teknologi dan komunikasi menggiring perubahan pada semua aspek kehidupan
manusia dalam beraktifitas dan berinteraksi, tidak terkecuali perpustakaan.
Inovasi dalam dunia teknologi dan komunikasi telah merubah cara perpustakaan
melayankan jasa kepada komunitas penggunanya. Perubahan cara pelayanan
dilakukan perpustakaan untuk mengimbangi dan menyesuaikan perubahan perilaku
pencarian informasi komunitas penggunanya.
Indonesia
memiliki lima jenis perpustakaan yaitu: perpustakaan nasional, perpustakaan
umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan
tinggi (Sulistyo-Basuki: 1991). Perpustakaaan yang paling cepat dan sering
mengalami dinamika perubahan demografi komunitas penggunanya adalah
perpustakaan perguruan tinggi, kemudian untuk mengikuti perkembangan dan
perubahan perilaku pencarian informasi komunitas pengguna yang dilayani, perpustakaan
perguruan tinggi melakukan perubahan cara pelayanan, lebih tepatnya
mengembangkan metode pelayanan sesuai dengan perilaku komunitas pengguna yang
dilayani.
Seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perpustakaan perguruan tinggi
mempunyai peran krusial bagi civitas akademika perguruan tinggi tersebut, yaitu
sebagai pusat belajar dan pembelajaran, pusat penelitian, pusat sumber
informasi, pusat penyebaran informasi dan pengetahuan, serta pusat pelestarian
ilmu pengetauan (Yuven: 2010).
Perpustakaan
perguruan tinggi memiliki bermacam-macam bentuk layanan jasa informasi seperti:
layanan teknis yaitu mengorganisasi informasi dan menyediakan sistem temu
kembali untuk menelusur informasi, layanan baca, layanan sirkulasi koleksi
informasi, serta layanan referensi. Pada makalah ini penulis akan membahas
mengenai masa depan layanan referensi pada perpustakaan perguruan tinggi,
strategi serta upaya perpustakaaan tinggi dalam mengikuti perkembangan perilaku
pencarian informasi penggunanya.
Reference and User Services
Association melalui keputusan konvensinya
memberikan definisi dan ruang lingkup kerja layanan referensi. Definisi layanan
referensi adalah kegiatan konsultasi informasi di mana staf pustakawan
merekomendasikan, mengiterpretasikan, mengevaluasi, serta menggunakan sumber
daya informasi untuk membantu pemustaka memenuhi kebutuhan informasinya.
Sedangkan ruang lingkup pekerjaan layanan referensi mencakup transaksi
referensi dan kegiatan lain yang melibatkan penciptaan dan pengelolaan sumber
daya informasi meliputi pengembangan dan pemeliharaan koleksi referensi, system
temu kembali informasi, database, website, mesin pencari, dan lain-lain,
agar dapat dimanfaatkan secara mandiri oleh pemustaka untuk memenuhi kebutuhan
informasinya, ruang likup pekerjaan selanjutnya adalah kegiatan penilaian yang
mencakup penilaian dan evaluasi kegiatan referensi, sumber daya, dan jasa/
layanan (RUSA: 2008).
Dengan
mengamati peran perpustakaan perguruan tinggi tersebut di atas dapat ditengarai
bahwa perpustakaan merupakan jantung dari perguruan tinggi, jika jantung dari
perguruan tinggi tersebut berhenti berdetak maka perguruan tinggi tersebut akan
mati, jika perpustakaan perguruan tinggi kehilangan perannya atau bahkan tidak
berperan sama sekali maka perguruan tinggi tersebut tidak akan berkembang dan
maju.
Layanan
referensi merupakan salah satu layanan vital yang mampu memacu detak jantung
perguruan tinggi menjadi lebih kencang, dengan mengoptimalisasikan layanan
referensi maka peran perpustakaan perguruan tinggi tersebut di atas akan
terwujud dengan baik.
Untuk
menciptakan layanan referensi perpustakaan perguruan tinggi yang baik
diperlukan strategi dan perencanaan yang matang
untuk menghadapi perubahan demografi serta perilaku pencarian informasi
komunitas penggunanya yang selalu berubah dan berkembang seiring perkembangan
teknologi dan komunikasi.
Dinamika Demografi Komunitas
Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi
Komunitas
pengguna yang dilayani perpustakaan perguruan tinggi adalah dosen dan
mahasiswa. Seiring bertambahnya populasi penduduk di Indonesia yang pada tahun
2010 lalu mencapai 237.641.326 jiwa (BPS: 2010), pada tahun 2012 kali ini akan
ada banyak sekali tamatan SMA yang mendaftar kuliah di universitas pilihan
mereka, rerata rentang usia mereka adalah 17-20 tahun yang lahir pada tahun
1994-1991, dari kriteria tersebut maka calon mahasiswa yang akan masuk kuliah
pada tahun 2012 dan seterusnya merupakan generasi melenia yaitu mereka yang
lahir pada rentang tahun 1980-2000 (Saw: 2007). Generasi melenia memiliki
kebutuhan dan ekspektasi yang sangat berbeda dan kompleks (Sweeney: 2006)
perpustakaan akan dipaksa untuk mendefinisikan kebutuhan dan harapan mereka
serta mendesain ulang layanan, teknologi, dan sumber daya perpustakaan.
Sweeney
lebih lanjut mengutarakan bahwa harapan, perilaku, nilai, dan karakteristik
melenia akan menentukan langkah perpustakaan untuk menjaga eksistensinya.
Berikut ini akan dijabarkan enam karakter utama dari generasi melenia (dalam
konteks tulisan ini melenia adalah mahasiswa) yang sangat besar pengaruhnya
dalam perubahan dan perkembangan layanan perpustakan perguruan tinggi (Hulbert:
2008):
1. Mereka
terdiri dari etnis yang beragam dan menghargai keberagaman.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam
macam suku dan budaya, universitas merupakan bentuk maket atau miniatur dari
beragamnya kebudayaan di Indonesia. Layanan yang ditawarkan dituntut untuk
dapat memenuhi kebutuhan semua anggotanya serta mencerminkan akses keterbukaan,
penerimaan, dan dukungan. Selain itu perpustakaan juga dituntuk untuk
menampilkan keberagaman koleksi yang dimilikinya, termasuk mengumpulkan bahan
beragam bahasa.
2. Mereka
modern (bukan tradisional).
Modern merupakan pemikiran yang meninggalkan tradisi,
memiliki makna keluar dari zona nyaman (Hoed: 2012). Mahasiswa modern biasanya
mengambil pekerjaan partime atau
mereka yang sibuk dengan aktifitas organisasi diluar aktifitas akademik.
Mahasiswa modern semacam ini terkadang mengelami kesulitan untuk berkunjung ke
perpustakaan (gedung perpustakaan) pada jam normal atau jam buka perpustakaan.
Mereka menginginan perpustakaan terbuka dengan mudah bagi mereka mungkin 24/7
waktu layanan perpustakaan yang diharapkan oleh mereka, solusinya adalah
menyediakan layanan online melalui database online dan website
beserta perangkat pendukungnya seperti email,
instant messaging, dan lain
sebagainya. Akrabnya generasi melenia dengan teknologi serta perubahan perilaku
pencarian informasi yang mereka miliki memungkinkan solusi tersebut untuk
diaplikasikan.
3. Mereka
mengharapkan pilihan yang beragam dan menyenangi segala sesuatu yang instan.
Generasi melenia memiliki selera yang beragam
sehingga perpustakaan dituntut untuk memiliki koleksi dan layanan yang beragam,
tidak hanya berhenti di situ generasi melenia ini juga menginginkan apa yang
mereka butuhkan tersedia secara langsung pada saat mereka membutuhkannya.
Generasi millennia juga mengharapkan adanya personalisasi atau layanan yang
bersifat lebih khusus dan privat pada setiap aktifitasnya. Solusinya adalah
menyediakan akses 24/7 layanan perpustakaan melalui portal website yang dikombinasikan dengan media sosial (yang memungkinkan
pengguna mengatur dan merancang personalisasi profil akun mereka) serta
memiliki respon pelayanan yang cepat dan tepat.
4. Mereka
adalah Digital Native.
Digital
native secara sederhana didefinisikan sebagai “penutur
asli” bahasa digital yaitu mereka yang akrab dengan dunia digital dan yang
lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, hamper
semua aktifitas dalam kehidupannya dikelilingi dengan teknologi digital seperti
computer, video game, ponsel dan lain
sebagainya (Prensky: 2001). Mereka mengharapkan pengaplikasian teknologi pada
layanan perpustakaan mampu membentu mereka dalam memenuhi kebutuhan informasi
mereka.
5. Mereka
menikmati game dan media.
Generasi millennia tumbuh dan akrab dengan game, mereka menghabiskan banyak waktu
untuk bermain game. Game memberikan pengaruh kepada generasi
melenia berupa kemampuan untuk belajar dan maju ke tingkat lebih tinggi serta
kemampuan untuk berkolaborasi dengan temannya dalam proses belajar dan
kompetisi, tidak hanya itu game juga
memberikan pengaruh pada generasi melenia menyukai iteraktivitas, multimedia
yang penuh dengan gerakan, dan grafis warna-warni yang mempengaruhi pandangan
mereka terhadap segala aktifitas kehidupan.
6. Mereka
lebih suka belajar berdasarkan pengalaman dan belajar melalui kolaborasi.
Bagi generasi melenia membaca untuk belajar
melakukan sesuatu yang baru sangat membosankan, mereka lebih suka belajar
dengan praktik melakukannya (learning by
doing). Generasi milenia merupakan pemain tim, mereka lebih suka belajar
dalam kelompok. Karakter ini dapat dimanfaatkan oleh perpustakaan untuk
menciptakan komunitas praktik (Communities
of Practice), komunitas praktik adalah kegiatan belajar berkelompok, mereka
berinteraksi dan belajar bersama untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
mereka (Wenger: 2002).
Dengan memperhatikan
dan mempelajari dinamika demografi komunitas pengguna perpustakaan perguruan
tinggi yang dijabarkan di atas, hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi
perpustakaan perguruan tinggi untuk menentukan strategi dan bentuk layanan
referensi.
Layanan Referensi Virtual
Pengaruh
perkembangan teknologi bagi perpustakaan tidak hanya berdampak pada perubahan
format sumber informasi yang disediakan namun turut juga bentuk layanan yang
dilayankan, perpustakaan beserta sumber daya informasinya beralih menjadi
virtual. Untuk mengembangkan layanan referensi perpustakaan harus memperhatikan
karakter demografi komunitas pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang
notabene merupakan generasi milenia yang akrab dengan teknologi terkini, oleh
karena itu sangat cocok jika disuguhkan dengan layanan referensi virtual.
Layanan
referensi virtual adalah layanan
referensi yang dilakukan secara elektronik, di mana pelanggan menggunakan
perangkat komputer dan teknologi lainnya untuk berkomunikasi dengan staf
pustakawan referensi tanpa bertemu secara fisik (RUSA: 2010). Dengan
menyuguhkan layanan referensi virtual ini maka perpustakaan dapat memperluas
layanan kepada komunitas pengguna tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Pemanfaatan
jaringan nirkabel atau internet sangat mutlak dibutuhkan dalam pengaplikasian
layanan referensi virtual ini, dengan membuat website perpustakaan dan melengkapinya dengan fitur-fitur pendukung
layanan referensi virtual, merupakan langkah yang tepat untuk melakukan layanan
reverensi virtual. Breeding memberikan rekomendasi fitur-fitur pendukung yang
dapat dimanfaatkan untuk melayankan layanan referensi virtual (Breeding: 2001):
1. On line Chat
dan Instan Messaging
Media ini merupakan media yang paling populer
dikalangan anak muda atau mahasiswa (Berry: 2010) . Kegiatan ini melibatkan
percakapan dua arah secara real time,
menawarkan sensasi lansung dan personal sehingga pengguna benar-benar merasakan
bercakap-cakap langsung secara face to
face dengan pustakawan.
2.
Co-Browsing
Merupakan kegiatan asistensi oleh pustakawan untuk
berinteraksi dengan pengguna dan mengontrol web
browsing penggguna guna memandu pengguna mencari informasi yang dibutuhkan (Graves:
2006). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan On line
Chat dan Instan Messaging dengan
memberikan instruksi yang jelas ketika menelusur sebuah informasi. Atau dapat
juga memanfaatkan software khusus
yaitu team viewer, software ini dapat mengontrol komputer
pengguna dari jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet.
Berkembangnya
teknologi web 2.0 dapat dimanfaatkan oleh layanan referensi untuk menyajikan
layanan virtualnya menjadi lebih personal dan interaktif. Teknologi web 2.0
merupakan tetknologi wesite yang memungkinkan terjadinya interaksi dua arah
antar pengguna website (Casey: 2007). Cassel memberikan alternatif fitur
pendukung layanan referensi virtual. Karakteristik generasi melenia yang lebih
menyukai belajar melalui diskusi dan praktek bersama merupakan peluang positif
diaplikasikannya teknologi web 2.0 pada layanan reverensi. Berikut ini aplikasi
teknologi web 2.0 yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung layanan referensi:
1.
Aplikasi Wiki dan Blog
Aplikasi wiki dan blog sangat cocok
untuk mengaplikasikan manajemen pengetahuan, aplikasi ini dapat digunakan untuk
membuat konten bersama baik oleh staf perpustakaan maupun oleh pemustaka.
Wiki dan blog sangat mendukung
penciptaan, manjemen, distribusi, publikasi, dan temu kembali informasi
(Turnbull: 2007).
2. Jejaring
Sosial
Jejaring sosial merupakan aplikasi web 2.0 yang
sangat dekat dan akrab dengan generasi melenia seta sangat cocok dengan
karakteristik mereka. Jaringan sosial memungkinkan seseorang untuk dapat selalu
berinteraksi dengan rekan atau temannya (in
touch) dan saling berbagi informasi (Lewis: 2010).
Kedua
aplikasi web 2.0 merupakan aplikasi yang cocok jika di implementasikan pada
layanan referensi virtual pada perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia
karena kedua aplkasi tersebut sudah sangat populer dan banyak penggunanya.
Titik Perhatian Layanan Referensi
Virtual
Layanan
referensi virtual menuntut para pustakawan untuk mampu mengoperasikan teknologi
informasi dengan baik, jika melihat tenaga kerja saat ini kebanyakan dari
pustakawan termasuk golongan digital
immigrant yang masih membutuhkan adaptasi terhadap perkembangan teknologi
(Prenski: 2001). Tuntutan ini juga diajukan oleh SLA (Special
Library Association) menyoroti tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh
professional informasi (pustakawan). Salah satunya menyoroti tentang kemampuan
untuk mengoperasikan alat dan teknologi informasi yaitu mampu menguji coba,
memilih, dan menggunakan teknologi baru beserta perkembangannya. Selain itu
kaitannya dengan layanan referensi SLA juga menuntut kompetensi pustakawan agar
merek mampu mengajarkan kepada orang lain untuk menggunakan alat dan teknologi
informasi dengan metode yang beragam (Abels: 2003).
Kegiatan
layanan referensi tidak akan lepas dari kegiatan berkomunikasi dua arah antara
pemustaka dengan pustakawan. Pustakawan dituntut untuk berperilaku yang
menyenangkan ketika menghadapi pemustaka. Berikut ini pedoman perilaku kinerja
penyedia layanan referensi yang direkomendasikan oleh Reference and User Services Association:
– Approachability; pustakawan referensi nampak bersahabat
dan bersedia untuk membantu pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasi
– Interest; antusiasme pustakawan referensi tinggi dalam
memberian layanannya
– Listening and Inquiring ; pustakawan mampu memahami
dengan baik terhadap pertanyaan yang diajukan kemudian mampu mengidentifikasi
kebutuhan informasi pemustaka, sehingga pemustaka merasa menjadi mudah dalam
memenuhi kebutuhan informasinya.
– Serching ; pustakawan memiliki kemampuan yang dapat
diandalkan untuk menelusur informasi yang dibutuhkan pemustaka secara akurat
dan relevan.
– Follow-Up ; pustakawan mampu mengenali apakah pemustaka
sudah puas atau belum terhadap hasil pencarian informasi yang diberikan.
Selain
tuntutan kepada pustakawan untuk berperilaku yang menyenangkan seperti
dijelaskan di atas, sebuah layanan referensi virtual yang terpasang dalam website juga harus memiliki kriteria
seperti tersebut di atas, yaitu:
– Approachability; halaman interface pada website mudah dan nyaman digunakan untuk menelusur informasi, serta
menyediakan link gratis dan terbuka
guna mengoptimalkan proses pencarian informasi.
– Interest; menjawab pertanyan e-mail dengan segera disertai dengan
kalimat yang menunjukan antusiasme pustakawan dalam membantu pemustaka.
– Listening and Inquiring ; memeperhatikan
kebutuhan dan keluhan pengguna website
dengan melakukan wawancara mendalam mengenai kebutuhan informasi pengguna.
– Serching ; mengoptimalisasi fungsi
mesin pencari dan system temu kembali nformasi pada website.
– Follow-Up ; website
memberikan kesan kepada pengguna untuk datang atau menghubungi perpustakaan
ketika membutuhkan informasi.
Perilaku
layanan referensi tersebut di atas secara otomatis merupakan salah satu
strategi terbaik untuk pemasaran layanan referensi yang ada, dengan senantiasa
berusaha memenuhi ekspektasi pelanggan (komunitas pengguna perpustakaan) maka
perpustakaan akan mendapatkan komunitas pengguna perpustakaan yang puas karena
kebutuhan informasi nya terpenuhi dengan baik serta berpotensi untuk menarik
pengguna potensial lain (melalui kegiatan getok
tular) untuk mau memanfaatkan layanan referensi. Perihal tersebut senada
dengan ungkapan Kotler yang menyatakan bahwa pemasaran adalah serangkaian
kegiatan menciptakan nilai tambah (kepuasan) bagi pelanggan serta membangun
hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk memperoleh nilai tambah dari
pelanggan sebagai imbalannya (Kotler 2012).
Setiap
perpustakaan memerlukan kegiatan evaluasi, evaluasi dilakukan pada titik dan
waktu tertentu, kegiatan evaluasi ini memegang peran penting untuk pengambilan
keputusan yang harus dilakukan untuk meningkatkan layanan (Pomerantz:
2008), tidak terkecuali layanan referensi virtual, karena kompleksitas layanan
ini dan harapan para penggunanya untuk mendapatkan layanan yang prima dengan
kualitas yang tinggi, maka mutlak diperlukan adanya system penilaian pada
sumber informasi, layanan, dan staf pustakawan layanan referensi.
Kesimpulan
Melalui
penilaian dan penyimpulan demografi komunitas pengguna masa depan perpustakan
perguruan tinggi maka wajah masa depan layanan referensi pada perpustakaan
perguruan tinggi di Indonesia adalah layanan referensi virtual. Diperlukan
usaha yang cukup ekstra mengingat tenaga kerja pustakawan Indonesia yang masih
tergolong generasi digital immigrant,
peran manajemen dan para staf pustakawan untuk komitmen mewujudkan layanan
referensi virtual ini sangat krusial mengingat begitu kompleksnya permasalahan
yang terjadi di ranah perpustakaan Indonesia. Penilaian dan evaluasi terhadap
sumber informasi, layanan, dan staf pustakawan merupakan kunci sukses
selanjutnya untuk melestarikan layanan referensi virtual di perpustaaan
perguruan tinggi.
Daftar Pustaka
Abels,
Eileen et all. 2003. Competencies for Information Professional of the 21st
Century: Revised edition, June 2003. 5 November, 2011. http://www.sla.org/content/learn/members/competencies/index.cfm
Badan
Pusan Statistik Indonesia. (2010). Tabel Hasil
Sensus Penduduk 2010. April 06, 2012.
http://www.bps.go.id
Barry,
Eithne, Bedoya,
Jaclyn Kelli, Groom,
Carolyn, and Patterson,
Laurence. (2010). Virtual reference in UK academic
libraries: The virtual enquiry project 2008-2009. Library Review. 59 (1), 40-55. April 06,
2012. http://search.proquest.com/docview/214838454/135F1DE5DA9139C64F7/1?accountid=17242
Breeding,
Marshall. (2001, April). Providing Virtual Reference Service. Information Today. 18 (4), 42-43. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/214838454/135F1DE5DA9139C64F7/1?accountid=17242
Graves,
Stephanie J., and Desai, Christina
M. (2006). Instruction via chat reference: does co-browse help?. Reference Services ReviewApril 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/200470811/135F25822D4338517A0/11?accountid=17242
Casey, Michael E., & Savastinuk, Laura C.
(2007). Library 2.0: a Guide to Participatory
Library Service. New Jersey: Information Today.
Cassel, Kay Ann, and Hiremath, Uma. (2009). Reference and Information Services in the 21st
Century: an introduction. London: Facet Publishing
Hurlbert,
Janet McNeil. (2008). Defining relevancy:
managing the new academic library. Wesport, Connecticut: Libraries
Unlimited
Hoed,
Benny H. (2012). Pascastrukturalisme dan
Pascamodernisme: Sebuah pandangan. Bahan mata kuliah teori kebudayaan.
Tidak dipublikasikan
Kotler, Philip. (2012). Principles of marketing (14th ed.). New
Jersey: Pearson Education
Lewis,
Angela. (2010, Februari). Facebook and Twitter: Socially network
yourself to success. Training
and Development in Australia.37 (1), 8-11. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/208559768/135F29A7FF67A0BD3D1/1?accountid=17242
Pomerantz,
Jeffrey. (2008, Januari). Evaluating Remote Reference Service: A Practical
Guide to Problems and Solutions. Portal
: Libraries and the Academy8 (1), 15-30. April 06,
2012. http://search.proquest.com/docview/216169827/135F2F255DB36EB48C9/3?accountid=17242
Prensky,
Marc. (2001). Digital Natives, Digital
Immigrants. April 06, 2012. http://www.marcprensky.com/writing/prensky%20-%20digital%20natives,%20digital%20immigrants%20-%20part1.pdf
Reference
and User Services Association. (2008, Januari 14) Definitions of Reference. April 06,
2012. http://www.ala.org/rusa/resources/guidelines/definitionsreference
Reference
and User Services Association. (2010) Guidelines
for Implementing and Maintaining Virtual Reference Services. April 06, 2012. http://www.ala.org/rusa/files/resources/guidelines/virtual-reference-se.pdf
Reference
and User Services Association. (2010) Guidelines
for Behavioral Performance of Reference and Information Service Providerss.
April 06, 2012. http://www.ala.org/rusa/resources/guidelines/guidelinesbehavioral
Saw,
Grace and Todd, Heather. (19-23 August 2007). Library 3.0: where art our skills?. World Library And Information
Congress: 73rd Ifla General Conference And Council. Durban, South Africa.
Sulistyo-Basuki.
(1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Sweeney,
Richard T. (December 22, 2006). Millennial
Behaviors & Demographics. April 06,
2012. http://library1.njit.edu/staff-folders/sweeney/index.htm
Turnbull,
Ian, (Mar 26, 2007). Do you speak wiki and blog?. Canadian
HR Reporter20 (6), 27,29. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/220806020/135F2A69AC215EB1CA/4?accountid=17242
Wenger,
Etienne, McDermott, Richard, and Snyder, William M. (2002). Cultivating Communities of Practice : a
Guide to Managing Knowledge. Boston, Massachusetts: Harvard Business School
Press
Yoven,
Yuni. (2010, Januari 6) Perpustakaan
Perguruan Tinggi : Pedoman, Pengelolaan Dan Standardisasi. April 06, 2012. http://yuni_yuven.blog.undip.ac.id/2010/01/06/perpustakaan-perguruan-tinggi-pedoman-pengelolaan-dan-standardisasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar