Senin, 09 April 2012

Wajah Layanan Referensi Masa Depan pada Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia


Wajah Layanan Referensi Masa Depan pada Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia
Oleh Yanuar Yoga Prasetyawan

Pendahuluan
Berkembangnya dunia teknologi dan komunikasi menggiring perubahan pada semua aspek kehidupan manusia dalam beraktifitas dan berinteraksi, tidak terkecuali perpustakaan. Inovasi dalam dunia teknologi dan komunikasi telah merubah cara perpustakaan melayankan jasa kepada komunitas penggunanya. Perubahan cara pelayanan dilakukan perpustakaan untuk mengimbangi dan menyesuaikan perubahan perilaku pencarian informasi komunitas penggunanya.
Indonesia memiliki lima jenis perpustakaan yaitu: perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi (Sulistyo-Basuki: 1991). Perpustakaaan yang paling cepat dan sering mengalami dinamika perubahan demografi komunitas penggunanya adalah perpustakaan perguruan tinggi, kemudian untuk mengikuti perkembangan dan perubahan perilaku pencarian informasi komunitas pengguna yang dilayani, perpustakaan perguruan tinggi melakukan perubahan cara pelayanan, lebih tepatnya mengembangkan metode pelayanan sesuai dengan perilaku komunitas pengguna yang dilayani.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perpustakaan perguruan tinggi mempunyai peran krusial bagi civitas akademika perguruan tinggi tersebut, yaitu sebagai pusat belajar dan pembelajaran, pusat penelitian, pusat sumber informasi, pusat penyebaran informasi dan pengetahuan, serta pusat pelestarian ilmu pengetauan (Yuven: 2010).
Perpustakaan perguruan tinggi memiliki bermacam-macam bentuk layanan jasa informasi seperti: layanan teknis yaitu mengorganisasi informasi dan menyediakan sistem temu kembali untuk menelusur informasi, layanan baca, layanan sirkulasi koleksi informasi, serta layanan referensi. Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai masa depan layanan referensi pada perpustakaan perguruan tinggi, strategi serta upaya perpustakaaan tinggi dalam mengikuti perkembangan perilaku pencarian informasi penggunanya.
Reference and User Services Association melalui keputusan konvensinya memberikan definisi dan ruang lingkup kerja layanan referensi. Definisi layanan referensi adalah kegiatan konsultasi informasi di mana staf pustakawan merekomendasikan, mengiterpretasikan, mengevaluasi, serta menggunakan sumber daya informasi untuk membantu pemustaka memenuhi kebutuhan informasinya. Sedangkan ruang lingkup pekerjaan layanan referensi mencakup transaksi referensi dan kegiatan lain yang melibatkan penciptaan dan pengelolaan sumber daya informasi meliputi pengembangan dan pemeliharaan koleksi referensi, system temu kembali informasi, database, website, mesin pencari, dan lain-lain, agar dapat dimanfaatkan secara mandiri oleh pemustaka untuk memenuhi kebutuhan informasinya, ruang likup pekerjaan selanjutnya adalah kegiatan penilaian yang mencakup penilaian dan evaluasi kegiatan referensi, sumber daya, dan jasa/ layanan (RUSA: 2008).
Dengan mengamati peran perpustakaan perguruan tinggi tersebut di atas dapat ditengarai bahwa perpustakaan merupakan jantung dari perguruan tinggi, jika jantung dari perguruan tinggi tersebut berhenti berdetak maka perguruan tinggi tersebut akan mati, jika perpustakaan perguruan tinggi kehilangan perannya atau bahkan tidak berperan sama sekali maka perguruan tinggi tersebut tidak akan berkembang dan maju.
Layanan referensi merupakan salah satu layanan vital yang mampu memacu detak jantung perguruan tinggi menjadi lebih kencang, dengan mengoptimalisasikan layanan referensi maka peran perpustakaan perguruan tinggi tersebut di atas akan terwujud dengan baik.
Untuk menciptakan layanan referensi perpustakaan perguruan tinggi yang baik diperlukan strategi dan perencanaan yang matang  untuk menghadapi perubahan demografi serta perilaku pencarian informasi komunitas penggunanya yang selalu berubah dan berkembang seiring perkembangan teknologi dan komunikasi.

Dinamika Demografi Komunitas Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi
Komunitas pengguna yang dilayani perpustakaan perguruan tinggi adalah dosen dan mahasiswa. Seiring bertambahnya populasi penduduk di Indonesia yang pada tahun 2010 lalu mencapai 237.641.326 jiwa (BPS: 2010), pada tahun 2012 kali ini akan ada banyak sekali tamatan SMA yang mendaftar kuliah di universitas pilihan mereka, rerata rentang usia mereka adalah 17-20 tahun yang lahir pada tahun 1994-1991, dari kriteria tersebut maka calon mahasiswa yang akan masuk kuliah pada tahun 2012 dan seterusnya merupakan generasi melenia yaitu mereka yang lahir pada rentang tahun 1980-2000 (Saw: 2007). Generasi melenia memiliki kebutuhan dan ekspektasi yang sangat berbeda dan kompleks (Sweeney: 2006) perpustakaan akan dipaksa untuk mendefinisikan kebutuhan dan harapan mereka serta mendesain ulang layanan, teknologi, dan sumber daya perpustakaan.
Sweeney lebih lanjut mengutarakan bahwa harapan, perilaku, nilai, dan karakteristik melenia akan menentukan langkah perpustakaan untuk menjaga eksistensinya. Berikut ini akan dijabarkan enam karakter utama dari generasi melenia (dalam konteks tulisan ini melenia adalah mahasiswa) yang sangat besar pengaruhnya dalam perubahan dan perkembangan layanan perpustakan perguruan tinggi (Hulbert: 2008):
1.      Mereka terdiri dari etnis yang beragam dan menghargai keberagaman.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam macam suku dan budaya, universitas merupakan bentuk maket atau miniatur dari beragamnya kebudayaan di Indonesia. Layanan yang ditawarkan dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anggotanya serta mencerminkan akses keterbukaan, penerimaan, dan dukungan. Selain itu perpustakaan juga dituntuk untuk menampilkan keberagaman koleksi yang dimilikinya, termasuk mengumpulkan bahan beragam bahasa.
2.      Mereka modern (bukan tradisional).
Modern merupakan pemikiran yang meninggalkan tradisi, memiliki makna keluar dari zona nyaman (Hoed: 2012). Mahasiswa modern biasanya mengambil pekerjaan partime atau mereka yang sibuk dengan aktifitas organisasi diluar aktifitas akademik. Mahasiswa modern semacam ini terkadang mengelami kesulitan untuk berkunjung ke perpustakaan (gedung perpustakaan) pada jam normal atau jam buka perpustakaan. Mereka menginginan perpustakaan terbuka dengan mudah bagi mereka mungkin 24/7 waktu layanan perpustakaan yang diharapkan oleh mereka, solusinya adalah menyediakan layanan online melalui database online dan website beserta perangkat pendukungnya seperti email, instant messaging, dan lain sebagainya. Akrabnya generasi melenia dengan teknologi serta perubahan perilaku pencarian informasi yang mereka miliki memungkinkan solusi tersebut untuk diaplikasikan.
3.      Mereka mengharapkan pilihan yang beragam dan menyenangi segala sesuatu yang instan.
Generasi melenia memiliki selera yang beragam sehingga perpustakaan dituntut untuk memiliki koleksi dan layanan yang beragam, tidak hanya berhenti di situ generasi melenia ini juga menginginkan apa yang mereka butuhkan tersedia secara langsung pada saat mereka membutuhkannya. Generasi millennia juga mengharapkan adanya personalisasi atau layanan yang bersifat lebih khusus dan privat pada setiap aktifitasnya. Solusinya adalah menyediakan akses 24/7 layanan perpustakaan melalui portal website yang dikombinasikan dengan media sosial (yang memungkinkan pengguna mengatur dan merancang personalisasi profil akun mereka) serta memiliki respon pelayanan yang cepat dan tepat.
4.      Mereka adalah Digital Native.
Digital native secara sederhana didefinisikan sebagai “penutur asli” bahasa digital yaitu mereka yang akrab dengan dunia digital dan yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, hamper semua aktifitas dalam kehidupannya dikelilingi dengan teknologi digital seperti computer, video game, ponsel dan lain sebagainya (Prensky: 2001). Mereka mengharapkan pengaplikasian teknologi pada layanan perpustakaan mampu membentu mereka dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka.
5.      Mereka menikmati game dan media.
Generasi millennia tumbuh dan akrab dengan game, mereka menghabiskan banyak waktu untuk bermain game. Game memberikan pengaruh kepada generasi melenia berupa kemampuan untuk belajar dan maju ke tingkat lebih tinggi serta kemampuan untuk berkolaborasi dengan temannya dalam proses belajar dan kompetisi, tidak hanya itu game juga memberikan pengaruh pada generasi melenia menyukai iteraktivitas, multimedia yang penuh dengan gerakan, dan grafis warna-warni yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap segala aktifitas kehidupan.
6.      Mereka lebih suka belajar berdasarkan pengalaman dan belajar melalui kolaborasi.
Bagi generasi melenia membaca untuk belajar melakukan sesuatu yang baru sangat membosankan, mereka lebih suka belajar dengan praktik melakukannya (learning by doing). Generasi milenia merupakan pemain tim, mereka lebih suka belajar dalam kelompok. Karakter ini dapat dimanfaatkan oleh perpustakaan untuk menciptakan komunitas praktik (Communities of Practice), komunitas praktik adalah kegiatan belajar berkelompok, mereka berinteraksi dan belajar bersama untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka (Wenger: 2002).
Dengan memperhatikan dan mempelajari dinamika demografi komunitas pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang dijabarkan di atas, hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi perpustakaan perguruan tinggi untuk menentukan strategi dan bentuk layanan referensi.
Layanan Referensi Virtual
Pengaruh perkembangan teknologi bagi perpustakaan tidak hanya berdampak pada perubahan format sumber informasi yang disediakan namun turut juga bentuk layanan yang dilayankan, perpustakaan beserta sumber daya informasinya beralih menjadi virtual. Untuk mengembangkan layanan referensi perpustakaan harus memperhatikan karakter demografi komunitas pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang notabene merupakan generasi milenia yang akrab dengan teknologi terkini, oleh karena itu sangat cocok jika disuguhkan dengan layanan referensi virtual.
Layanan referensi  virtual adalah layanan referensi yang dilakukan secara elektronik, di mana pelanggan menggunakan perangkat komputer dan teknologi lainnya untuk berkomunikasi dengan staf pustakawan referensi tanpa bertemu secara fisik (RUSA: 2010). Dengan menyuguhkan layanan referensi virtual ini maka perpustakaan dapat memperluas layanan kepada komunitas pengguna tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Pemanfaatan jaringan nirkabel atau internet sangat mutlak dibutuhkan dalam pengaplikasian layanan referensi virtual ini, dengan membuat website perpustakaan dan melengkapinya dengan fitur-fitur pendukung layanan referensi virtual, merupakan langkah yang tepat untuk melakukan layanan reverensi virtual. Breeding memberikan rekomendasi fitur-fitur pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk melayankan layanan referensi virtual (Breeding: 2001):
1.      On line Chat dan Instan Messaging
Media ini merupakan media yang paling populer dikalangan anak muda atau mahasiswa (Berry: 2010) . Kegiatan ini melibatkan percakapan dua arah secara real time, menawarkan sensasi lansung dan personal sehingga pengguna benar-benar merasakan bercakap-cakap langsung secara face to face dengan pustakawan.
2.      Co-Browsing
Merupakan kegiatan asistensi oleh pustakawan untuk berinteraksi dengan pengguna dan mengontrol web browsing penggguna guna memandu pengguna mencari informasi yang dibutuhkan (Graves: 2006). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan  On line Chat dan Instan Messaging dengan memberikan instruksi yang jelas ketika menelusur sebuah informasi. Atau dapat juga memanfaatkan software khusus yaitu team viewer, software ini dapat mengontrol komputer pengguna dari jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet.
Berkembangnya teknologi web 2.0 dapat dimanfaatkan oleh layanan referensi untuk menyajikan layanan virtualnya menjadi lebih personal dan interaktif. Teknologi web 2.0 merupakan tetknologi wesite yang memungkinkan terjadinya interaksi dua arah antar pengguna website (Casey: 2007). Cassel memberikan alternatif fitur pendukung layanan referensi virtual. Karakteristik generasi melenia yang lebih menyukai belajar melalui diskusi dan praktek bersama merupakan peluang positif diaplikasikannya teknologi web 2.0 pada layanan reverensi. Berikut ini aplikasi teknologi web 2.0 yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung layanan referensi:

1.    Aplikasi Wiki dan Blog

Aplikasi wiki dan blog sangat cocok untuk mengaplikasikan manajemen pengetahuan, aplikasi ini dapat digunakan untuk membuat konten bersama baik oleh staf perpustakaan maupun oleh pemustaka. Wiki  dan blog sangat mendukung penciptaan, manjemen, distribusi, publikasi, dan temu kembali informasi (Turnbull: 2007).
2.      Jejaring Sosial
Jejaring sosial merupakan aplikasi web 2.0 yang sangat dekat dan akrab dengan generasi melenia seta sangat cocok dengan karakteristik mereka. Jaringan sosial memungkinkan seseorang untuk dapat selalu berinteraksi dengan rekan atau temannya (in touch) dan saling berbagi informasi (Lewis: 2010).
Kedua aplikasi web 2.0 merupakan aplikasi yang cocok jika di implementasikan pada layanan referensi virtual pada perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia karena kedua aplkasi tersebut sudah sangat populer dan banyak penggunanya.

Titik Perhatian Layanan Referensi Virtual
Layanan referensi virtual menuntut para pustakawan untuk mampu mengoperasikan teknologi informasi dengan baik, jika melihat tenaga kerja saat ini kebanyakan dari pustakawan termasuk golongan digital immigrant yang masih membutuhkan adaptasi terhadap perkembangan teknologi (Prenski: 2001). Tuntutan ini juga diajukan oleh SLA (Special Library Association) menyoroti tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh professional informasi (pustakawan). Salah satunya menyoroti tentang kemampuan untuk mengoperasikan alat dan teknologi informasi yaitu mampu menguji coba, memilih, dan menggunakan teknologi baru beserta perkembangannya. Selain itu kaitannya dengan layanan referensi SLA juga menuntut kompetensi pustakawan agar merek mampu mengajarkan kepada orang lain untuk menggunakan alat dan teknologi informasi dengan metode yang beragam (Abels: 2003).
Kegiatan layanan referensi tidak akan lepas dari kegiatan berkomunikasi dua arah antara pemustaka dengan pustakawan. Pustakawan dituntut untuk berperilaku yang menyenangkan ketika menghadapi pemustaka. Berikut ini pedoman perilaku kinerja penyedia layanan referensi yang direkomendasikan oleh Reference and User Services Association:
     Approachability; pustakawan referensi nampak bersahabat dan bersedia untuk membantu pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasi
     Interest; antusiasme pustakawan referensi tinggi dalam memberian layanannya
     Listening and Inquiring ; pustakawan mampu memahami dengan baik terhadap pertanyaan yang diajukan kemudian mampu mengidentifikasi kebutuhan informasi pemustaka, sehingga pemustaka merasa menjadi mudah dalam memenuhi kebutuhan informasinya.
     Serching ; pustakawan memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk menelusur informasi yang dibutuhkan pemustaka secara akurat dan relevan.
     Follow-Up ; pustakawan mampu mengenali apakah pemustaka sudah puas atau belum terhadap hasil pencarian informasi yang diberikan.
Selain tuntutan kepada pustakawan untuk berperilaku yang menyenangkan seperti dijelaskan di atas, sebuah layanan referensi virtual yang terpasang dalam website juga harus memiliki kriteria seperti tersebut di atas, yaitu:
     Approachability; halaman interface pada website mudah dan nyaman digunakan untuk menelusur informasi, serta menyediakan link gratis dan terbuka guna mengoptimalkan proses pencarian informasi.
     Interest; menjawab pertanyan e-mail dengan segera disertai dengan kalimat yang menunjukan antusiasme pustakawan dalam membantu pemustaka.
     Listening and Inquiring ; memeperhatikan kebutuhan dan keluhan pengguna website dengan melakukan wawancara mendalam mengenai kebutuhan informasi pengguna.
     Serching ; mengoptimalisasi fungsi mesin pencari dan system temu kembali nformasi pada website.
     Follow-Up ; website memberikan kesan kepada pengguna untuk datang atau menghubungi perpustakaan ketika membutuhkan informasi.
Perilaku layanan referensi tersebut di atas secara otomatis merupakan salah satu strategi terbaik untuk pemasaran layanan referensi yang ada, dengan senantiasa berusaha memenuhi ekspektasi pelanggan (komunitas pengguna perpustakaan) maka perpustakaan akan mendapatkan komunitas pengguna perpustakaan yang puas karena kebutuhan informasi nya terpenuhi dengan baik serta berpotensi untuk menarik pengguna potensial lain (melalui kegiatan getok tular) untuk mau memanfaatkan layanan referensi. Perihal tersebut senada dengan ungkapan Kotler yang menyatakan bahwa pemasaran adalah serangkaian kegiatan menciptakan nilai tambah (kepuasan) bagi pelanggan serta membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk memperoleh nilai tambah dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler 2012). 
Setiap perpustakaan memerlukan kegiatan evaluasi, evaluasi dilakukan pada titik dan waktu tertentu, kegiatan evaluasi ini memegang peran penting untuk pengambilan keputusan yang harus dilakukan untuk meningkatkan layanan (Pomerantz: 2008), tidak terkecuali layanan referensi virtual, karena kompleksitas layanan ini dan harapan para penggunanya untuk mendapatkan layanan yang prima dengan kualitas yang tinggi, maka mutlak diperlukan adanya system penilaian pada sumber informasi, layanan, dan staf pustakawan layanan referensi.
Kesimpulan
Melalui penilaian dan penyimpulan demografi komunitas pengguna masa depan perpustakan perguruan tinggi maka wajah masa depan layanan referensi pada perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia adalah layanan referensi virtual. Diperlukan usaha yang cukup ekstra mengingat tenaga kerja pustakawan Indonesia yang masih tergolong generasi digital immigrant, peran manajemen dan para staf pustakawan untuk komitmen mewujudkan layanan referensi virtual ini sangat krusial mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang terjadi di ranah perpustakaan Indonesia. Penilaian dan evaluasi terhadap sumber informasi, layanan, dan staf pustakawan merupakan kunci sukses selanjutnya untuk melestarikan layanan referensi virtual di perpustaaan perguruan tinggi.
  
Daftar Pustaka
Abels, Eileen et all. 2003. Competencies for Information Professional of the 21st Century: Revised edition, June 2003. 5 November, 2011. http://www.sla.org/content/learn/members/competencies/index.cfm
Badan Pusan Statistik Indonesia. (2010). Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010. April 06, 2012. http://www.bps.go.id

Barry, Eithne, Bedoya, Jaclyn Kelli, Groom, Carolyn, and Patterson, Laurence. (2010). Virtual reference in UK academic libraries: The virtual enquiry project 2008-2009. Library Review. 59 (1), 40-55. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/214838454/135F1DE5DA9139C64F7/1?accountid=17242

Breeding, Marshall. (2001, April). Providing Virtual Reference Service. Information Today. 18 (4), 42-43. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/214838454/135F1DE5DA9139C64F7/1?accountid=17242

Graves, Stephanie J., and Desai, Christina M. (2006). Instruction via chat reference: does co-browse help?.  Reference Services Review.http://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif34 (3)http://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif.340-357. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/200470811/135F25822D4338517A0/11?accountid=17242

Casey, Michael E., & Savastinuk, Laura C. (2007). Library 2.0: a Guide to Participatory Library Service. New Jersey: Information Today.

Cassel, Kay Ann, and Hiremath, Uma. (2009). Reference and Information Services in the 21st Century: an introduction. London: Facet Publishing

Hurlbert, Janet McNeil. (2008). Defining relevancy: managing the new academic library. Wesport, Connecticut: Libraries Unlimited
Hoed, Benny H. (2012). Pascastrukturalisme dan Pascamodernisme: Sebuah pandangan. Bahan mata kuliah teori kebudayaan. Tidak dipublikasikan
Kotler, Philip. (2012). Principles of marketing (14th ed.). New Jersey: Pearson Education

Lewis, Angela. (2010, Februari). Facebook and Twitter: Socially network yourself to success. Training and Development in Australia.http://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif37 (1)http://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif, 8-11. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/208559768/135F29A7FF67A0BD3D1/1?accountid=17242

Pomerantz, Jeffrey. (2008, Januari). Evaluating Remote Reference Service: A Practical Guide to Problems and Solutions. Portal : Libraries and the Academyhttp://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif8 (1)http://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif, 15-30. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/216169827/135F2F255DB36EB48C9/3?accountid=17242

 

Prensky, Marc. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants.  April 06, 2012. http://www.marcprensky.com/writing/prensky%20-%20digital%20natives,%20digital%20immigrants%20-%20part1.pdf
Reference and User Services Association. (2008, Januari 14) Definitions of Reference. April 06, 2012. http://www.ala.org/rusa/resources/guidelines/definitionsreference
Reference and User Services Association. (2010) Guidelines for Implementing and Maintaining Virtual Reference Services. April 06, 2012. http://www.ala.org/rusa/files/resources/guidelines/virtual-reference-se.pdf
Reference and User Services Association. (2010) Guidelines for Behavioral Performance of Reference and Information Service Providerss. April 06, 2012. http://www.ala.org/rusa/resources/guidelines/guidelinesbehavioral
Saw, Grace and Todd, Heather. (19-23 August 2007). Library 3.0: where art our skills?. World Library And Information Congress: 73rd Ifla General Conference And Council. Durban, South Africa.
Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sweeney, Richard T. (December 22, 2006). Millennial Behaviors & Demographics. April 06, 2012. http://library1.njit.edu/staff-folders/sweeney/index.htm

Turnbull, Ian, (Mar 26, 2007). Do you speak wiki and blog?. Canadian HR Reporterhttp://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif20 (6http://search.proquest.com/assets/r8.0.2-1/core/spacer.gif), 27,29. April 06, 2012. http://search.proquest.com/docview/220806020/135F2A69AC215EB1CA/4?accountid=17242


Wenger, Etienne, McDermott, Richard, and Snyder, William M. (2002). Cultivating Communities of Practice : a Guide to Managing Knowledge. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press
Yoven, Yuni. (2010, Januari 6) Perpustakaan Perguruan Tinggi : Pedoman, Pengelolaan Dan Standardisasi. April 06, 2012. http://yuni_yuven.blog.undip.ac.id/2010/01/06/perpustakaan-perguruan-tinggi-pedoman-pengelolaan-dan-standardisasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar