Kamis, 31 Mei 2012

Penerapan model kerangka konseptual FRBR pada website AUSLIT


P
esatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini berdampak pada derasnya arus informasi yang mengalir, dengan banyaknya media yang mendukung siklus terbentuknya pengetahuan baru yang kemudian bertransformasi menjadi informasi baru akan menimbulkan dampak banjir informasi. Membludaknya informasi yang ada memerlukan sebuah sistem untuk mengorganisasi informasi tersebut agar mudah ditemu kembalikan untuk dimanfaatkan. Agar sitem temu kembali dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh semua orang di penjuru belahan dunia ini, perlu sekali dibuatkan aturan yang berlaku secara global untuk mengatur sitimatika diskripsi yang perlu dijabarkan mengenai sumber informasi dalam sistem temu kembali.
Seiring perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, berkembang pula aturan sistimatika deskripsi sumber informasi. Aturan sitimatika diskripsi sumber informasi yang dikenal dan dijadikan acuan oleh Negara kita adalah Functional Requirements for Bibliographic Records1 atau biasa disebut dengan FRBR. Functional Requirements for Bibliographic Records1 atau FRBR adalah hasil dari suatu studi tentang fungsi-fungsi yang harus dipenuhi oleh cantuman bibliografi yang dimuat dalam bibliografi nasional atau katalog perpustakaan.  Studi ini,  yang dilaksanakan oleh suatu Study Group dari IFLA dari tahun 1992 hingga 1997, menghasilkan suatu model atau kerangka konseptual yang dapat digunakan sebagai landasan untuk merevisi  kode pengatalogan (misalnya AACR) atau membuat kode baru (Aditiro: 2005).
            Munculnya internet serta berkembangnya wadah/ media (carier) sumber informasi, FRBR kembali melakukan revisi terhadap kode pengkatalogan (AACR2). AACR2 dianggap sudah tidak lagi dapat dijadikan acuan untuk mendiskripsikan media baru, kemudian munculah kerangka koseptual baru yang dapat menampung media-media baru tersebut.
FRBR menawarkan perspektif baru pada struktur dan hubungan bibliografi dan authority record. Model konseptual FRBR ini digunakan untuk menunjukan hubungan antara material, penciptaan sebuah karya, dan subjek. FRBR terdiri atas tiga kelompok entitas (Aditiro: 2005) grup 1 terdiri atas hasil karya intelektual atau artistic, grup 2 terdiri dari entitas yang bertanggung jawab atas isi intelektual atau artistic (orang atau badan hokum), grup 3 meliputi entitas yang berfungsi sebagai subjek.

FRBR menetapkan bahwa produk intelektual atau artistik meliputi empat jenis entitas yaitu work (ide atau konsep abstrak), expression (realisasi intlektual dari work dalam bentuk teks, music, gambar, dan lain sebagainya), manifestation (diskripsi fisik dari sebuak work yang telah diekspresikan),dan  item (sebuah contoh nyata dari sebuah manifestasi). FRBR menetapkan hubungan antar empat entitas yaitu; work diwujudkan melalui satu atau lebih ekspresi, expression diwujudkan dalam satu atau lebih manifestasi, manifestation dicontohkan oleh satu atau lebih item, hubungan ini tergambar pada ilustrasi berikut:

Demokrasi dalam Perpustakaan


Pendahuluan
Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri.
Untuk menjalin rasa kemanusiaan diperlukan saling pengertian antar setiap anggota masyarakat. Dalam hal ini faktor komunikasi memainkan peran yang sangat vital, apalagi bagi masyarkat modern. Manusia modern adalah manusia yang cara berfikirnya dalam mlaksanakan kegiatan dan aktifitasnya tidak berdasarkan spekulasi, namun berdasar pada rasional atau penalaran. Kegiatan dan aktifitas tersebut akan terselenggara dengan baik melalui proses komunikasi antar manusia.
Dalam proses komunikasi terjadi tukar menukar pendapat, penyempaian pesan informasi, serta perubahan sikap dan perilaku. Pada hakekatnya dalam proses komunikasi terdapat unsur-unsur tersebut tersebut yaitu sumber pesan, saluran, dan penerimaan, disamping itu terdapat pula unsur yang utama yaitu unsur pengaruh (effect) dan umpan balik (feed back). Bagaimanapun juga setiap komunikasi yang dilakukan senantiasa memberikan efek yang positif atau efektifitas komunikasi. Komunikasi yang tidak menginginkan efektifitas adalah komunikasi yang tidak bertujuan. Efek dalam komunikasi adalah perubahan yang terjadi pada penerima (komunikan), sebagai akibat dari pesan yang diterima, jika perubahan itu sesuai dengan harapan komunikator, maka komunikasi tersebut disebut efektif.
Perpustakaan adalah lembaga penyedia informasi bagi masyarakat luas. Perpustakaan mengalami perubahan hampir di setiap penjuru, baik aktifitasnya maupun tanggung jawabnya (visi atau misi), yang tetap dan tidak mengalami perubahan adalah perubahan itu sendiri. Perpustakaan atau pusat informasi tidak akan bisa mengelak dari perubahan yang terjadi, dengan mengenali dan mengendalikan dampak dari perubahan merupakan langkah yang paling tepat bagi keberlangsungan organisasi informasi ini. Perubahan yang terjadi membutuhkan pertimbangan dan keputusan yang tepat terhadap metode, teknik, dan alat-alat yang akan digunakan untuk memperbaiki kegiatan pelayanan informasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi dalam masyarakat baik faktor sosial, budaya, maupun teknologi. Untuk mengatasi kesenjangan persepsi yang terjadi antara perpustakaan dan masyarakat diperlukan komunikasi yang efektif guna menghasilkan layanan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

Semangat Masyarakat Informasi: Sebuah Kajian Motivasi Berbagi Informasi Pada Komunitas Forum Komunikasi Virtual kaskus.us


Abstrak
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat pesat dewasa ini memudahkan informasi untuk menyebar dengan cepat ke segala arah. Internet sangat memudahkan kita untuk mengakses dan menyebarkan informasi dengan media website. Website pada awal perkembangannya hanya dapat digunakan hanya satu arah, seseorang yang mengakses informasi pada website tersebut tidak dapat berkontribusi untuk memberikan tanggapan atau komentar sehingga tidak terjadi interaksi antara kontributor dan komsumer informasi tersebut. Namun sekarang telah muncul generasi ke dua dari website yaitu web 2.0 yang memungkinkan terjadinya interaksi dalam website. kaskus.us merupakan salah satu website generasi ke dua, melalui kaskus penggunanya dapat salaing berbagi informasi dan saling menambahkan informasi atau hanya memberikan komentar dan tanggapan, hal demikian dapat ditengarai adanya semangat masyarakat informasi, karena setiap pengguna kaskus memiliki semangat untuk berbagi informasi satu sama lain. Melalui hasil pengamatan yang dilakukan, latar belakang yang memotivasi para pengguna kaskus adalah kebaikan, mereka percaya bahwa dengan berbuat baik maka perbuatan baik tersebut akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.    
Abstract
Recent developments in information and communication technologies ease information to spread like wild fire. Internet ease us to spread and access information anywhere and everywhere through website we can do it. At the beginning of website development, it just qualify user to be a contributor of information or consumer of information; which one they are want to be. But after appear he next generation of website: website 2.0, it able user to share the information and put the comment each other, it also known as participatory website: user interaction of information. Kaskus.us is a simple application of website 2.0. kaskus provide forum to communicate, spread, and access information. User can be easy to spread, access, and put comments toward the available information, it indicated there is a spirit of information society; because user have a spirit to share information each other. Though actually the background  of the user which motivated them to share the information is kindness, they believe that kindness is repaid tenfold.


Merkantilisme Informasi di Perpustakaan Umum


Disusun oleh 
Luh Putu Sri Aryani
M. Rosyihan Hendrawan
Prafita Imadianti
ŽPrisinta Wanastri
‘Yanuar Yoga Prasetyawan
Yona Primadesi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Pendahuluan
Istilah post-modernisme lahir pada paruh kedua abad ke-20, berkisar antara  tahun 1960 hingga tahun 1990. Lahirnya post-modernisme ditandai dengan lahir dan berkembangnya era informasi dalam masyarakat yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam fenomena sosial-budaya masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Akhyar, bahwa salah satu ciri sosial-budaya masyarakat post-modernisme ditandai dengan lahirnya era mode informasi. Era mode informasi ini memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengorganisir dan menyebarkan informasi seluas-luasnya (Akhyar, 2011). Dinamika perkembangan informasi ini menyebabkan perubahan dalam masyarakat, seperti perubahan estetis, kultural, dan ekonomi. Proses perubahan ini kemudian melahirkan istilah masyarakat informasi atau information society. Konsep masyarakat informasi itu sendiri muncul pada awal tahun 1970.
Daniel Bell menggunakan istilah post-industrial society untuk menyebut masyarakat informasi, yaitu pergantian produksi barang-barang kepada sistem pengetahuan dan inovasi pelayanan sebagai strategi dan sumber informasi masyarakat (Bell, 1973). Menurut William J. Martin, masyarakat informasi merupakan suatu kedaan masyarakat dimana kualitas hidup, prospek untuk perubahan sosial dan pembangunan ekonomi bergantung pada peningkatan informasi dan pemanfaatannya (Martin, 1995).
Masyarakat yang mendapat kesempatan dan akses informasi secara cepat dan tepat akan jauh lebih maju dibandingkan dengan mereka yang kurang mendapat “nasib” baik dalam hal pemerolehan informasi. Menurut Pendit, misi utama masyarakat informasi adalah mewujudkan masyarakat yang sadar tentang pentingnya informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, terciptanya suatu layanan informasi yang terpadu, terkoordinasi dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi ke masyarakat secara luas dan cepat, tepat dan bermanfaat (Pendit, 2005).
John Goddard mengidentifikasi empat unsur yang saling berkaitan dalam proses perubahan menuju masyarakat informasi. Pertama, informasi mulai menduduki panggung utama sebagai sumber daya strategis, dimana adanya ketergantungan terhadap informasi. Kedua, teknologi informasi dan komunikasi menyediakan infrastruktur yang memungkinkan informasi diproses dan didstribusikan. Ketiga, terjadinya pertumbuhan yang sangat cepat pada sektor informasi yang bisa diperdagangkan dalam ekonomi. Keempat perubahan dalam aspek budaya yang mudah dikenali tetapi sulit untuk diukur (John Goddard, 1992).
Masyarakat informasi ditandai dengan adanya perilaku informasi yang merupakan keseluruhan perilaku manusia yang berhubungan dengan sumber dan saluran informasi, perilaku penemuan informasi yang merupakan upaya dalam menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu, perilaku mencari informasi yang ditujukan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem informasi, dan perilaku penggunaan informasi yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang sudah dimiliki sebelumnya.
Informasi merupakan komoditi utama dalam masyarakat informasi. Informasi itu sendiri menurut Harrod’s librarians glossary (dalam Sulistyo-Basuki, 2006) adalah kumpulan data dalam bentuk yang dapat dipahami, terekam pada kertas atau media lainnya dn memilki peranan dalam kegiatan komunikasi (Sulistyo-Basuki, 2006). Informasi merupakan kata benda berupa pengetahuan yang diberikan kepada seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami oleh orang lain.
Keberadaan informasi ini tidak bisa dilepaskan dari media penyedia dan penyampai informasi, diantaranya adalah perpustakan. Informasi dan perpustakaan adalah dua hal yang tidak bisa berdiri sendiri karena tujuan hadirnya perpustakaan adalah untuk menyediakan, menyimpan, mengolah dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi melalui koleksi-koleksi yang dimilikinya.
   Perpustakaan dapat diartikan sebagai sebuah ruangan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya, yang dikelola menurut tata susunan tertentu yang digunakan pembaca (Sulistyo-Basuki, 1991). Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 43 tahun 2007, dijelaskan bahwa perpustakaan adalah lembaga pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Dapat dikatakan bahwa kehadiran perpustakaan ditengah-tengah masyarakat adalah untuk mengorganisir dan mengelola informasi sehingga pada saat masyarakat membutuhkan suatu informasi, informasi tersebut akan lebih mudah ditemukan.
Perpustakaan sebagai media penyedia informasi harus mampu menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat bersifat heterogen baik dari segi jenis, bentuk dan konteksnya, sehingga perpustakaan pun harus menyesuaikan keberadaannya dengan kebutuhan tersebut.  Ada beberapa jenis perpustakaan, seperti perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi. Jenis-jenis perpustakaan tersebut dikelompokkan berdasarkan informasi yang disediakan oleh perpustakaan serta masyarakat pengguna perpustakaan.
Dalam kesempatan kali ini, pembicaraan akan lebih difokuskan pada perpustakaan umum karena perpustakaan umum merupakan salah satu bentuk perpustakaan yang bisa diakses oleh semua masyarakat dari berbagai lapisan dan menyediakan koleksi yang beragam, terutama dalam hal subjek, serta terdapat hampir diseluruh wilayah di dunia secara merata. Perpustakaan umum bisa diartikan sebagai perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi. Idealnya, sebuah perpustakaan umum harus menyediakan informasi, dalam bentuk koleksi perpustakaan, yang bersifat heterogen dan merata kepada pemustaka. Hal ini dikarenakan pemustaka dari perpustakaan umum berasal dari berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda, sehingga kebutuhan akan informasi pun berbeda-beda. Kebijakan dalam proses pengadaan koleksi di perpustakaan umum harus disesuaikan dengan kebutuhan informarsi pemustaka. Perpustakaan tidak boleh mengkhususkan informasi atau koleksi hanya pada subjek ilmu tertentu saja, seperti koleksi di bidang teknologi, hukum atau ekonomi, dan mengabaikan subjek-subjek ilmu lainnya, seperti filsafat, sejarah, atau koleksi yang bersifat kedaerahan.
Akan tetapi fenomena yang berkembang di masyarakat, justru sebaliknya. Hampir sebagian besar perpustakaan umum, lebih mengutamakan penyediaan koleksi pada subjek-subjek ilmu tertentu yang dianggap laris, seperti teknologi, ilmu ekonomi, ilmu hokum dan kedeoteran, serta mengabaikan subjek-subjek ilmu yang dianggap kurang diminati, seperti ilmu sejarah, filsafat, perpustakaan, atau kesenian. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan perpusakaan sebagai lembaga peyedia informasi seluas-luasnya bagi masyarakat. Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai kebijakan penyedian informasi, dalam bentuk koleksi, yang dilakukan oleh perpustakaan, serta praktik merkantilisasi informasi yang pada umumnya terjadi di peprustakaan.